In school, you learn how to learn. Kutipan tersebut menggambarkan betapa pentingnya ruang-ruang kelas di sekolah sebagai tempat belajar dan mengajar. Namun sayangnya, ruang kelas yang biasanya menjadi tempat bertatap muka dan berinteraksi guru dan siswa, mau tidak mau, harus berhenti sejenak dikarenakan adanya keharusan social atau physical distancing demi mencegah meluasnya penyebaran virus corona.
Bahkan, Hari Pendidikan yang sangat identik dengan sekolah, upacara, dan ruang kelas harus beradaptasi dengan adanya pandemi ini. Hampir semua negara di dunia yang terdampak memberlakukan pembelajaran jarak jauh. Akibatnya, proses belajar dan mengajar yang biasanya dilakukan secara tatap muka di ruang kelas harus berpindah ke rumah masing-masing.
Seperti negara lainnya, proses Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) di Indonesia pun harus dilaksanakan dari rumah, merujuk pada Surat Edaran Mendikbud Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pencegahan Covid-19 pada Satuan Pendidikan, dan Nomor 36962/MPK.A/HK/2020 tentang Pembelajaran Secara Daring dan Bekerja dari Rumah dalam Rangka Pencegahan Penyebaran Coronavirus disease. Hal ini mendadak menyebabkan banyak sekolah harus bergerak cepat mempersiapkan pembelajaran sesuai dengan kemampuan dari sekolah masing-masing.
Dan, pada akhirnya kita semua sedang dipaksa untuk bertransformasi ke dunia pendidikan digital yang sebenarnya sudah ada sejak lama, namun cukup sulit dilaksanakan sebelumnya. Kini, ketika tidak ada lagi ruang kelas untuk belajar, semuanya harus menerima digitalisasi pendidikan.
Keterbatasan Sarana
Berdasarkan data dari We Are Social, pada 2020 disebutkan baru 64% penduduk di Indonesia yang sudah menggunakan internet. Data tersebut tidak mencakup seberapa banyak masyarakat yang sudah melek dalam penggunaan internet dalam dunia pendidikan. Artinya, masih banyak sekolah di Indonesia yang tidak melaksanakan pembelajaran daring dikarenakan keterbatasan sarana, baik dari guru dan siswa.
Kita ambil contoh dari salah satu guru di Sumenep yang belum lama ini viral, Pak Avan Fathurahman. Ia viral setelah banyak posting-an di media sosial yang menyebutkan bahwa dirinya terpaksa mengajar dari rumah ke rumah dikarenakan siswanya tidak memiliki handphone. Tentu saja Pak Arvan hanyalah salah satu contoh dari sekian banyaknya guru di Indonesia yang kesulitan dalam mengajar dalam situasi pandemi ini. Artinya, masih banyak sekolah yang kemungkinan tidak melakukan pembelajaran sama sekali setiap harinya.
Padahal, Kementerian Pendidikan sedang menyiapkan skenario pendidikan daring hingga Desember. Akan sangat disayangkan jika masih banyak siswa tidak benar-benar merasakan kegiatan belajar hingga akhir tahun.
Pembelajaran daring memang tidak seefektif sistem tatap muka, terlebih pada saat pandemi seperti ini. Oleh karena itu, pemerintah harus mempersiapkan infrastruktur dan perencanaan yang baik agar semua guru dan siswa dapat melakukan KBM.
Perlu Paksaan
Sebetulnya, internet sudah bukan barang asing bagi banyak guru dan siswa di Indonesia. Namun pada pelaksanaannya sebelum terjadi pandemi ini, belum banyak guru dan siswa menggunakan gadgetnya untuk kegiatan KBM sehari-hari. Gadget digunakan masih sebatas untuk bersosial media, bermain game, membuka online shop, hingga menonton video.
Dan saat ini, proses KBM daring sudah berlangsung sekitar dua bulan lamanya. Guru dan siswa dalam home learning harus dipaksa siap. Tanpa perencanaan matang jauh-jauh hari, KBM berubah dari tatap muka menjadi daring dengan memanfaatkan teknologi dan internet.
Guru dan murid yang sudah mendapatkan akses internet dan memiliki teknologi pendukung untuk melaksanakan pembelajaran daring atau jarak jauh pun dimudahkan dengan banyaknya platform yang dapat digunakan dalam KBM. Tatap muka dapat dilakukan dengan platform Zoom, Google Hangout, Webex, Whatsapp, dan lain-lain. Pemberian materi dan tugas dapat dilakukan melalui Google Classroom, Edmodo, Moodle, Schoology, Zenius, Ruangguru, Quipper, dan lain-lain.
Pada akhirnya, adaptasi digitalisasi pendidikan yang selama ini cukup sulit dilaksanakan dalam dunia pendidikan menjadi lebih cepat terbangun. Karena sebetulnya, digitalisasi pendidikan merupakan salah satu pemecahan masalah pemerataan kualitas pendidikan di Indonesia yang memiliki kondisi geografis kepulauan dan sangat majemuk. Digitalisasi pendidikan di Indonesia sangat perlu adanya paksaan agar terjadi secara serentak dan lebih cepat, mulai dari pusat hingga guru dan siswa di daerah.
Hari pendidikan di tengah situasi ini sepatutnya menjadi pembelajaran bagi pemerintah untuk membuat kebijakan dan mempersiapkan sarana prasarana yang merata untuk seluruh guru dan siswa di Indonesia. Harapannya, setelah pandemi ini akan tercipta era baru dengan dunia yang semakin maju dan teknologi yang semakin canggih dapat membantu percepatan pemerataan pendidikan di Indonesia.
Fikri Abdilah teacher & education technology enthusiast
sumber : DETIK.COM